BENTALA SARA BARA
Cerita Pendek Inspiratif

BENTALA SARA BARA
Tsurayya Muthmainnah Sundarina
Seorang ibu melahirkan seorang anak laki-laki pada hari itu. Dengan jerih payah dan keringatnya mempertaruhkan nyawanya untuk seorang anak laki-laki yang terlahir sehat. Bentala namanya. Kelahiran Bentala menjadi hal yang sangat dinanti-nanti oleh Ayah dan Ibunya. Bentala lahir dengan membawa kebahagiaan bagi semua orang yang menanti kelahirannya di dunia.
Bukan sesuatu yang mudah untuk mendidik seorang anak. Itu juga yang dirasakan oleh Ayah dan Ibu Bentala. Sering kali Bentala memiliki kenakalannya tersendiri. Bahkan terkadang membuat Ayah dan Ibunya hilang kesabaran karena tingkah lakunya. Namun, sudah menjadi kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anaknya.
Karena didikan Ayah dan Ibunya, Bentala menjadi anak yang sangat lembut perilakunya terhadap orang lain. Terutama saat ia masuk sekolah dasar. Di sekokah dasar ia sering mendapati teman-temannya meminta tolong. Tentu saja Bentala dengan senang hati memberikan bantuan. Bentala menjadi anak yang sangat perhatian dan sangat lembut perilakunya apalagi terhadap Ibunya.
Ibunya adalah segalanya bagi Bentala. Ketika ia pulang sekokah, Bentala pasti selalu menyapa Ibunya terlebih dahulu sebelum Ayahnya. Terkadang Ayahnya juga merasa cemburu terhadap Bentala. Namun, karena tingkah lakunya yang menggemaskan, Ayahnya selalu kalah dari Bentala. Saat perseteruan mulai terjadi antara Bentala dan Ayahnya, Ibunya hanya akan tertawa karena melihat kelucuan dari Anak dan Ayah ini.
Di minggu pagi, biasanya Bentala dan Ibunya sedang berjemur sinar matahari di pekarangan rumah. Bentala terlihat sangat cantik ketika ia berjemur di bawah sinar matahari. Rambut hitamnya yang menjadi kemerah-merahan karena terkena sinar matahari dan bola mata coklatnya yang memantulkan cahaya. Mungkin inilah yang menjadi alasan banyak orang, karena Bentala lebih sering disebut cantik dibandingkan ganteng.
Pada pagi itu ketika Ibu dan Bentala berjemur, Ayahnya sedang memasak di dapur. Hal ini memang sudah menjadi rutinitas bagi keluarga Bentala. Ayah yang selalu mengerjakan pekerjaan rumah di hari minggu untuk meringankan sedikit beban Istrinya. Ibunya merasa sangat bersyukur karena memiliki pasangan hidup yang sangat baik terhadapnya.
“Terima kasih, Mas.” Ucap Ibunya.
“Sama-sama, Sayangku.” Jawab Ayahnya dengan wajah yang semringah.
Tentu saja dibalik manisnya romansa antara Ibu dan Ayah, selalu ada Bentala yang sedang kesal karena merasa Ibunya direbut oleh Ayahnya.
“Ayah, Ibu adalah milikku.” Sentak Bentala dengan nada yang kesal dan alis yang berkerut.
“Nak, sebelum Rumi menjadi Ibumu dia adalah wanita Ayah.” Jawab Ayahnya dengan sangat percaya diri.
Bentala yang selalu tak mau kalah dengan Ayahnya, mulai mengerutkan alisnya lagi.
“Sudahlah hentikan, Ibu milik kalian berdua.” Ucap Ibunya untuk menghentikan perseteruan Ayahnya dan Bentala.
Selalu menjadi kenangan yang hangat ketika bersama keluarga. Tak terasa, Bentala sudah memasuki sekokah menengah pertama. Ruang lingkup pertemanannya mulai melebar ke mana-mana dan di sinilah kekhawatiran Ayah dan Ibunya muncul. Walaupun mereka sudah yakin dengan anaknya, tetapi orang tua pasti selalu khawatir jika terjadi sesuatu pada anaknya. Pada malam hari sebelum Bentala masuk sekolah menengah pertama, ia tidak sengaja mendengar pembicaraan antara Ayah dan Ibunya.
“Mas, Rumi takut kalau Bentala terjerumus pergaulan yang salah.” Ucap Ibunya dengan nada yang sangat khawatir.
“Tenang, Rumi. Jika itu sampai terjadi kita harus segera menegur Bentala. Namun, yang bisa kita lakukan sekarang hannyalah berdoa dan yakin pada Bentala.” Jawab Ayahnya dengan nada yang lembut sambil mengelus-elus kepala Istrinya.
Bentala yang mendengar percakapan tersebut menjadi sangat senang karena mengetahui rasa khawatir pada Ayah dan Ibunya untuk dirinya. Karena itu ia bertekad untuk menjaga pergaulannya dan tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya.
Keesokan harinya, Bentala pergi sekolah dengan riang dan gembira. Ayah dan Ibunya yang melihat itu juga merasa sangat senang karena mereka merasa bahwa keputusan mereka untuk percaya pada anaknya tidak salah. Bentala diantarkan sampai gerbang sekolah oleh Ayah dan Ibunya karena mengingat hari ini hari pertama ia masuk sekolah menengah pertama. Sebelum Ayah dan Ibunya pulang tentu saja Bentala tidak lupa untuk mencium tangan kedua orang tuanya.
Sesampainya di kelas, Bentala memutuskan duduk di bangku kedua. Tidak lama kemudian Ibu guru masuk ke dalam kelas dan menyuruh seluruh siswa maju ke depan untuk memperkenalkan dirinya. Di mulai dari urutan pertama sampai urutan terakhir. Bentala mendapatkan urutan ketiga untuk maju ke depan.
“Salam kenal semuanya, saya Nabastala Bentala. Nama saya memiliki arti langit dan bumi. Senang bertemu dengan kalian semua dan semoga kita bisa berteman dengan baik.” Perkenalan Bentala yang begitu singkat dibandingkan siswa lainnya.
Setelah semua siswa memperkenalkan diri, Ibu guru menjelaskan semua hal yang akan dilakukan pada hari pertama. Setelah semua kegiatan selesai, siswa diperbolehkan untuk pulang ke rumah.
Saat Bentala sedang mengemasi alat tulisnya, seorang siswa laki-laki menghampirinya dan memberikan tangannya. Bentala salah paham dengan itu, Ia pikir siswa itu ingin meminjam alat tulisnya maka dari itu Ia memberikan sebuah pensil padanya. Siswa itu tertawa terbahak-bahak karena perilaku Bentala yang sangat lucu.
“Mengapa kau tertawa?” Sentak Bentala padanya sambil mengerutkan alis.
“Maafkan aku. Aku menjulurkan tanganku karena ingin berkenalan denganmu, bukan meminjam alat tulismu.” Jawabnya sambil masih tertawa.
“Kalau begitu, maaf. Aku jadi salah paham padamu.” Terang Bentala padanya dengan raut wajah yang merasa bersalah.
“Tidak apa-apa, perkenalkan namaku Harsa Bumantara. Nama kita memiliki arti yang yang sama yaitu langit. Senang bertemu denganmu dan semoga kita bisa menjadi lebih akrab ke depannya.” Jawab Harsa dengan nada yang sangat semringah.
“Tentu, Harsa. Aku Bentala. Salam kenal dan terima kasih sudah menjadi temanku.” Ucap Bentala pada Harsa sambil memberikan tangannya dan bersalaman.
Setelah itu, Bentala pulang ke rumah dan disambut oleh Ayah dan Ibunya. Bentala langsung berlari ke pangkuan Ibunya dan Ibunya merasa sangat senang karena anak manisnya sudah pulang. Dalam pangkuan Ibunya, Bentala menceritakan semua hal yang terjadi di sekolah pada Ibunya. Ibunya hanya mengelus-elus kepala Bentala sambil mendengarkan dan hanya menjawab dengan senyuman hangat.
Ayah yang merasa Istrinya direbut, dengan cepat pergi ke ruang tengah sambil membawa makanan ringan yang tadi ia masak. Dengan sigap ia menyingkirkan Bentala dan masuk ke pangkuan Istrinya. Bentala mulai mengerutkan alisnya dan berselisih dengan Ayahnya. Ibunya lagi-lagi hanya tersenyum dan mulai mengalihkan pembicaraan.
Ibunya bertanya pada Bentala tentang teman sekelasnya. Bentala sudah menduga pertanyaan itu pasti akan Ibu tanyakan padanya. Ia menjawab bahwa Ia bertemu seorang teman bernama Harsa dan menceritakan pertemuannya dengan Harsa.
Pertemanan yang terjalin di antara Bentala dan Harsa menjadi sangat kuat. Mereka sudah seperti saudara kandung dan mengingat bahwa keduanya memang anak tunggal. Mereka sudah menjadi sahabat karib sejak sekolah menengah pertama dan melanjutkan di sekolah menengah atas bersama-sama juga. Ayah dan Ibunya Bentala merasa sangat bersyukur karena Bentala bisa bertemu dengan teman seperti Harsa.
Sampai pada akhirnya mereka lulus sekolah menengah atas dan dihadapkan dengan dunia luar. Seolah dunia memang tidak adil dan kenyataan terlalu pahit untuk diterima sehingga kita hidup dalam harapan. Berharap bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun, kenyataan mengatakan fakta bahwa Ibu memiliki waktu yang tidak lama lagi untuk hidup di dunia.
Sehari sebelum kelulusan, Bentala ingin memberi tahu tujuannya setelah lulus pada Ayah dan Ibunya. Namun, malam itu pintu kamar Ayah dan Ibu tertutup rapat dan hanya terdengar suara yang samar-samar.
“Mas, kankerku ini mungkin akan membunuhku dalam waktu yang singkat.” Ucap Rumi dengan isak tangisnya.
“Tenang, sayang. Mas ada di sini untukmu. Besok hari kelulusan Bentala, kita harus terlihat kuat di depannya agar dia tidak merasa khawatir dan fokus pada pendidikannya.” Jawab Suaminya dengan nada yang lembut agar Istrinya merasa tenang dan tidak khawatir berlebihan.
Mendengar percakapan itu, dengan hati-hati Bentala berjalan menuju kamarnya dan mulai menangisi apa yang ia dengar barusan. Walaupun percakapan itu terdengar samar-samar tapi tetap terdengar jelas olehnya.
Keesokan harinya, mata Bentala bengkak karena menangis semalaman. Bentala tidak ingin ketahuan oleh Ayah dan Ibunya, oleh karena itu Ia menutupinya dengan bedak bayi.
Ayah dan Ibunya terlihat sangat bangga dan senang karena anak manisnya sudah mulai tumbuh dewasa, walaupun dalam pandangan mereka Bentala masih menjadi anak lima tahunnya. Setelah upacara kelulusan, Bentala masih ada kegiatan. Maka dari itu Ayah dan Ibunya pulang terlebih dahulu.
Setelah mengantar Ayah dan Ibunya sampai gerbang sekolah, Bentala terburu-buru mencari Harsa. Dia ingin memberi tahu percakapan Ayah dan Ibunya kemarin.
“Harsa, sepertinya Ibuku menderita kanker. Tapi aku tidak tahu kanker apa yang dideritanya.” Jelas Bentala pada Harsa dengan air mata yang sudah hampir menetes.
Harsa yang mendengar kabar itu sangat terkejut hingga menjatuhkan minumannya.
“Aku tidak tahu harus berbuat apa.” Lanjut Bentala pada Harsa.
“Bentala, kamu tahu dari mana?”
“Kemarin aku tidak sengaja mendengar percakapan orang tuaku. Aku mendengar bahwa kanker Ibu bisa membunuh Ibu kapan saja dan dalam waktu yang singkat.”
“Aku rasa kamu harus memastikannya terlebih dahulu.”
“Kau benar, aku akan memastikannya dulu, jadi aku akan pulang sekarang.”
Bentala memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Namun, Ayah dan Ibunya tidak ada di rumah. Kemungkinan Ayah dan Ibunya pergi ke rumah sakit karena itu ia masuk ke dalam kamar Ayah dan Ibu untuk mencari dokumen tentang penyakit kanker yang diderita Ibu.
Dan dari sana Ia mengetahui fakta bahwa Ibunya mengidap kanker rahim stadium empat. Mengetahui hal itu Ia segera membereskan dokumennya dan berlari masuk ke dalam kamarnya. Bentala menangis sekencang-kencangnya karena merasa bahwa Ia akan kehilangan dunianya. Merasa tidak berguna sebagai Anak karena tidak menyadari penderitaan yang sedang dialami Ibunya.
Hari itu Ia habiskan dengan isak tangisnya sampai ia tertidur pulas. Keesokan harinya Ia memutuskan untuk tetap tinggal di rumah dan tidak mengikuti acara kelulusan. Ia ingin menghabiskan waktu bersama dengan Ibunya dan Ayahnya.
Bentala menghabiskan waktu senggangnya dengan bermanja-manja bersama sang Ibu dan secara bersamaan juga mengikuti berbagai tes untuk masuk universitas.
Sampai pada akhirnya Bentala masuk dalam universitas yang lumayan ternama bersamaan juga dengan Harsa. Namun, berbeda jurusan. Bentala menjadi sangat sibuk dengan dunia perkuliahannya sampai terkadang tidak pulang ke rumah karena harus mengerjakan tugas kuliah.
Bentala tidak lupa dengan penyakit yang Ibunya alami. Hanya saja Bentala tidak sanggup untuk melihat Ibunya menderita. Ibunya masih menyembunyikan kebenaran tentang dirinya. Bentala yang diam-diam tahu, mengerti bahwa Ibunya sedang mencoba membuat dia tidak khawatir dan lebih fokus pada masa depannya. Namun, justru yang lebih penting bagi Bentala adalah Ibunya.
Hari itu hati Bentala benar-benar merasa sangat gelisah. Akhirnya, Ia bolos kuliah dan pulang ke rumah. Sampai di rumah Ia menemukan Ibunya yang sudah terlihat tidak baik-baik saja sedang terduduk lemas di samping bahu Ayahnya. Ayahnya menyuruh Bentala menggantikan posisinya.
“Rumi, Bentala ada di sini.” Ucap Ayahnya.
“Bentala, Anak manisku? Kemarilah sayang.” Suruh Ibunya pada Bentala.
“Bentala di sini, Bu.” Jawab Bentala sambil meraih tangan Ibunya dan meletakkannya di pipi sebelah kanannya.
“Maafkan Ibu, Nak. Tidak bisa menjadi Ibu yang terbaik untukmu. Maafkan Ibu, jika harus menyembunyikannya darimu.”
“Ibu, jangan bicara begitu. Kalau Ibu tidak ada aku harus bagaimana?”
“Ibu yakin, Nak. Kamu pasti bisa walaupun Ibu tidak ada. Jangan menyerah sayang, Anak manisku, kamu hebat. Dan maafkan aku, Mas. Tidak bisa menjadi Istri yang cukup baik untukmu.”
Ayahnya tidak bisa menjawab apa pun dan hanya terlihat tangisannya yang sangat mendalam.
Sedetik kemudian badan Ibunya yang memang sudah sangat dingin menjadi lebih dingin dan Ibunya jatuh dalam pelukan Bentala. Meninggalkan Bentala dan Ayahnya untuk selama-lamanya. Bentala harus merasakan sara bara yang tidak karuan. Tepat dalam pelukannya, Bentala harus kehilangan dunianya dan segalanya untuknya.
Suara tangisan yang begitu dalam terdengar pada hari itu dan saat ini sepertinya Bentala sudah baik-baik saja dengan Ayahnya. Ia lulus kuliah dengan hasil yang memuaskan dan sayangnya dalam foto wisuda tidak ada Ibunya.
Harsa tetap menjadi kawan baiknya bahkan sampai saat ini. Pada hari itu Harsa datang ke pemakaman Ibunya Bentala dengan perasaan yang sara bara. Harsa tidak tahu harus menghibur Bentala dengan cara apa, karena semuanya hanya butuh waktu untuk menerima.
“Bumi sedang tidak baik-baik saja.” Ucap Harsa pada hari itu kepada Bentala.
Mungkin saat ini Bentala sudah menggapai mimpinya bersama dengan Ayahnya dan rekaannya Harsa. Sudah tidak ada lagi hal yang diperebutkan Bentala dengan Ayahnya. Ibunya adalah sosok yang benar-benar membuat Bentala menjadi pribadi yang sangat kuat dan hebat.
Bentala kehilangan dunianya. Namun, dunianya tidak kehilangan dirinya.
“Terima kasih, Ibu.” Ucap Bentala sambil berdiri di atas pasir putih dengan langit biru dan lautan hijau zamrud. Sara bara itu kini sudah menghilang dan menjadi bagian dalam hidup Bentala.